“You don't get to choose if you get hurt in this world,
but you do have some
say in who hurts you.”
(Spoiler Alert!!)
Nampaknya Nicholas Sparks (Safe
Haven) harus waspada lantaran John Green akan segera menggeser posisinya
sebagai raja penulis novel cerita romantis. The
Fault Of Our Stars adalah novel keenam karangan John Green yang masuk
deretan buku terlaris sepanjang 2012. Dan film adaptasinya yang dirilis bulan
Juni 2014 meraup penjualan tiket yang bombastis disertai sanjungan bertubi-tubi
dari para kritikus yang biasanya bersikap tidak ramah terhadap film drama
romantis remaja.
Sekarang kita ngomongin filmnya ya, bukan novel.
Premis yang ditawarkan The Fault of Our
Stars sebenarnya tidak terlalu istimewa. Berkisah tentang Hazel Grace,
gadis belia yang sedari kecil menderita kanker thyroid stadium empat dan hampir di vonis berumur pendek namun
tetap bertahan hingga sekarang. Kemana-mana Hazel harus mengenakan selang
dihidungnya, dan membawa ransel berisi tabung oksigen. Atas desakan orang
tuanya, Hazel mengikuti pertemuan di support
group yang menjadi wadah curhat bagi para penderita penyakit mematikan.
Hazel awalnya enggan, namun hari-harinya akan segera berubah ceria saat
Augustus Waters atau Gus ikut hadir. Gus, berusia 18 tahun, mantan atlet bola
basket yang harus kehilangan kaki kanannya karena kanker juga. Menyebut dirinya
Cyborg, Gus dengan pribadinya yang
hangat, pintar dan kocak menjadikan hari-hari Hazel menjadi berwarna.
Singkat cerita, suatu hari Hazel mendapat email dari pengarang novel
idolanya untuk berkunjung ke Amsterdam, namun penyakitnya tak mengizinkannya berpergian. Gus
dan ortu Hazel akhirnya bisa membuat
impian terakhir gadis cantik ini terwujud. Di Amsterdam, Hazel mendapat
petualangan seru, asyik dan menyebalkan yang mungkin tidak bisa dia nikmati
lagi. Hazel merasa sisa hidupnya menjadi sangat manis dengan hadirnya Gus. Namun
dalam hatinya dia merasa tidak adil bagi Gus yang hanya menikmati kebahagian
sesaat lantaran hidupnya tak lama lagi.
Dengan cerdik plot film ini berubah, tanpa disadari penonton, kanker
yang merenggut kaki kanan Gus ternyata menyebar. Sementara Hazel tak tentu
kapan akan berpulang, Gus hanya akan menghitung hari saja. Sepulang dari
Amsterdam, Hazel menghadapi Gus yang berbeda. Cowok periang, tinggi dan tampan
itu menjadi pemurung dan menutup diri. Lalu apa yang mesti diperbuat Hazel
disaat kekasihnya itu berbalik menjadi orang yang butuh semangat hidup dihari-hari
terakhirnya?
Hampir lebih dari separuh cerita, penonton tidak dibuat miris atau menangis
dengan penderitaan Hazel. Kisah gadis ini dituangkan dengan ceria dan
berbunga-bunga dengan penokohan yang sangat loveable
dan tangguh. Begitu juga dengan Gus. Siapa yang tak senang dengan
perawakannya yang tinggi dan tampan
juga pintar dan pandai membanyol.
Cintanya yang besar kepada Hazel tidak digambarkan secara klise layaknya
film-film remaja sejenis. Interaksi Hazel-Gus
begitu pas dan tidak membosankan. Kemistri yang dibangun baik dari percakapan,
raut wajah dan bahasa tubuh benar-benar mengena. Jadi jangan heran jika bagian
yang menguras airmata dimulai saat Gus memberi tahu Hazel kalau dia akan
'pergi' lebih dulu.
Pujian harus diberikan oleh Shailene Woodley dan Ansel Elgort. Dua
bintang baru ini seolah tidak harus bersusah payah berakting memerankan
pasangan Hazel dan Gus. Akting mereka begitu natural hingga membangun kemistri
yang luar biasa mengesankan. Banyak yang memuji perawakan mereka yang layaknya average American teenagers. Kalo
diperhatikan sih memang begitu.
Woodley cantiknya tidak berlebihan bak Amanda Seyfried atau Katherine Heigl.
Begitu pula Elgort, walau tinggi tampan, dia tak sefiktif perawakan Channing Tatum
atau Ben Affleck (terlalu jadul kali ya
kalo dibandingkan Ben). Setting Amsterdam yang indah menambah romantis film
ini. Mulai dari makan malam romantis di Oranje hingga adegan 'mendaki' lantai
demi lantai museum rumah Anne Frank sangat memorable.
The Fault In Our Stars
memberi pesan moral yang teramat gamblang. Betapa hidup, sesingkat apapun,
harus disyukuri. Dan film ini dengan segala kesederhanaan ceritanya mampu
mencabik-cabik sisi rapuh penontonnya. They
don't have forever, but they have each other.
Memorable scene:
Saat
Gus bercerita tentang kankernya yang datang kembali, dan air mata penonton pun
mulai meleleh...
Second best: When they made love for the
first time, duh.
Hollywoof gives this flick a solid
A
The
Fault In Our Stars
Genre : Romcom
/ Drama
Sutradara : Josh
Boone
Penulis : Scott
Neustadter
Pemain : Shailene
Woodley, Ansel Elgort.
Durasi : 125
menit
Adaptasi : Novel
berjudul sama.
Aku suka banget film ini,, :) review nya juga keren
ReplyDeleteMakacih....
ReplyDeleteMakacih....
ReplyDeleteMakacih....
ReplyDeleteMakacih....
ReplyDeleteMakacih....
ReplyDelete